Articles by "Syahadat Syiah"
Showing posts with label Syahadat Syiah. Show all posts


Belakangan ini sangat gencar diwacanakan gagasan ‘Islam Nusantara’ atau ‘Islam Indonesia’ oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin dan sejumlah kalangan. Umumnya, pendukung gagasan tersebut, menjadikan dakwah wali songo sebagai role modelnya.

Namun, Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menilai wacana Islam Nusantara justru bertentangan dengan motivasi dakwah Wali Songo.

“Kesalahan terbesar gagasan Islam Nusantara ini adalah salah niat. Dimana salahnya? Niat Walisongo itu mengislamkan nusantara. Gagasan walisongolas ini malah ingin menusantarakan Islam,” kata Ustadz Bachtiar Nasir saat berbincang dengan sejumlah wartawan seusai acara Launching Program Spesial Ramadhan 1436 H di sekretariat AQL, pada Jumat malam (12/06).

Ustadz Bachtiar berpendapat, gagasan Islam Nusantara berawal dari suuzhan atau prasangka buruk bahwa Islamisasi artinya Arabisasi. Padahal, menurut dia, Islamisasi tidak selalu artinya Arabisasi.

“Ini mispersepsi lagi, tidak mesti dong Islamisasi itu Arabisasi” cetusnya.

Lulusan Pesantren modern Gontor ini menilai, ada sebagian orang yang benci dengan bangsa Arab menunggangi gagasan tersebut. Sementara, menurutnya, bila itu muncul dari sikap benci kepada bangsa Arab, maka sama saja dengan sikap kaum Yahudi dahulu saat mereka menolak kenabian Rasulullah Muhammad Saw karena berasal dari bangsa Arab.

Bahkan, Yahudi menilai malaikat Jibril ‘salah’, karena dia menurunkan wahyu kepada orang Arab, yakni Nabi Muhammad SAW, bukan kepada Bani Israil.?

 “Kepada orang yang benci sama Arab, janganlah jadi penerus perasaan Bani Israel. Cobalah mereka bertaubat jangan-jangan perasaan ini sudah tersusupi oleh iblis-iblis yang pernah berhasil menyusupi perasan Bani Israel masa lalu yang nggak suka sama Arab,” tandas Direktur AQL Islamic Center itu.
Reporter: Bilal Muhammad

Editor: Fajar Shadiq

Para aktifis Syiah begitu gigih memutarbalik fakta ttg tragedi Aleppo. Mereka menyebut kaum wahabi & takfiri sbg dalang kerusuhan Aleppo. Padahal hampir seluruh media barat saja menulis Rezim Bashar Ashad & Rusia yg memborbardir Aleppo.
Nah, Joserizal Jurnalis dan Dina Sulaeman berusaha menulis versi mereka sendiri. Versi prmbelaan thd Bashar Ashad. Versi penyebutan teroris/jihadis/wahabi/takfiri bagi warga aleppo. Jangan terkecoh oleh tulisan mereka
Via FB Widi Astuti
(nahimunkar.com)

Menelaah Berbagai Tuduhan terhadap Sahabat Nabi Saw




http://rumahkayu.blogdetik.com/files/2011/03/tuduhan.jpg
Pernah ada pertemuan di MUI Makassar membicarakan etika pemberitaan di media. Kemudian saya (M. Said Abd.Shamad) diberi kesempatan berbicara, sayapun berterima kasih kepada media harian lokal yang telah beberapa kali memuat tulisan saya. Tulisan saya, memberikan penjelasan mengenai kewajiban memuliakan keluarga Nabi dan sahabatnya yang merupakan generasi awal umat Islam. 

Sayangnya, ada sekelompok orang yang mengaku Islam dan mulai eksis menyebarkan paham yang mendiskreditkan sahabat Nab saw dengan mengusung slogan ‘cinta ahlul bait’ sebagai kemasannya. Organisasi Syiah itu bernama Ikatan Jamaah Ahlul Bait, disingkat IJABI. Salah satu pemateri acara tersebut, merupakan guru besar dari UIN Alauddin, beliau mengatakan bahwa tidak usah kita mencela saudara kita, karena mereka juga Islam, menurutnya. 




Setelah ada kesempatan usai acara, saya menanggapi bahwasanya kita sama sekali tidak mengungkit-ungkit masalah. Justru merekalah yang lebih dulu ‘menyerang’ pemahaman kita diberbagai media, seperti bulletin, makalah dst. banyak mencela Sahabat Nabi saw dengan dalih mencintai Ahlul Bait Rasulullah saw. (Baca: Syiah Langgar Pergub dan Lebih Dahulu Menyerang)  Mendengar penjelasan singkat itu, barulah guru besar tersebut mengatakan bahwa ajaran mereka berbahaya. 


Terdapat kelompok kecil dalam masyarkat yang mengaku mencintai keluarga Nabi saw namun mereka melecehkan kehormatan sahabat saw. Salah satu buku berjudul Al Mustafa yang ditulis oleh muballig yang cukup dikenal, Jalaluddin Rakhmat. Kang Jalal –demikian panggilannya- Mendiskreditkan Muawiyah r.a. dalam bukunya itu, berikut kutipannya.  
Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol

“Demi Allah setelah ia mati ia tidak pernah disebut-sebut lagi kecuali namanya Abu Bakar… Demi Allah setelah ia mati tidak pernah perbuatannya disebut-sebut kecuali namanya Umar. Kemudian berkuasalah saudara kita Usman… Tetapi demi Allah, tidak tertinggal kenangan tentang apapun yang ia lakukan. Lalu tengoklah saudara Hasyim. Namanya disebut lima kali sehari –Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah


“Pada hari yang lain Muawiyah mendengar azan. Ia berkata, “Demi Allah, wahai putra Abdullah. Engkau betul-betul ambisius. Hatimu belum puas sebelum namamu didampingkan bersama nama Tuhan Alam Semesta. Muawiyah ingin menghapuskan semua hal yang berhubungan dengan Nabi saw. Ia gagal. Tetapi ia berhasil mendiskreditkan Nabi saw. Dengan kisah-kisah yang diciptakan oleh para pengikutnya,” (Al Mushthafa- Manusia Pilihan yang Disucikan- Karya Jalaluddin Rakhmat, hal. 16, April 2008. Simbiosa Rekatama Media) 


Kisah diatas diberi catatan kaki oleh JR, berikut kutipannya:


“ Muruj Al Dzahab, 4:41, peristiwa tahun 212 H. Ibnu Abi Al Hadid, setelah mengutip kisah ini berkata, “Banyak diantara sahabat kami mengecam agama Muawiyah. Mereka tidak hanya menganggapnya fasik, bahkan ada yang mengatakan bahwa dia kafir karena tidak meyakini kenabian…” 


Muawiyah dikecam dalam tulisan JR, padahal Muawiyah adalah termasuk penulis wahyu, Al Quran. Kecaman itu bisa-bisa mengantarkan kita tidak percaya kepada Al Quran  (yang tentu telah dikumpulkan dan ditulis oleh para sahabat Nabi saw). Ia juga adalah Ipar Nabi saw, karena  salah satu istri Nabi yang bernama Ummu Habiba binti Abi Sufyan adalah saudara Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah pernah menjadi gubernur selama kurang lebih 20 tahun di negeri Syam, kemudian menjadi khalifah kaum muslimin selama kurang lebih 20 tahun. Dialah yang pertama-tama membangun armada laut kaum muslimin. Maka mengapa dapat timbul perkataan seperti ini, bahwa ia kafir, ini adalah kekeliruan yang menyesatkan. 


Dalam keterangan yang shahih Muawiyah termasuk yang didoakan oleh Nabi -allahummahdi bihi, ya Allah berilah petunjuk manusia dengan Muawiyah ini, allahummaj alhu hadiyan mahdiyan wahdi bihi, ya Allah jadikanlah ia dapat memberi petunjuk dan mendapat petunjuk, dan jadikanlah manusia mendapat petunjuk dengannya, ada juga doa Rasulullah saw, allahumma allimhul kitaba wal hisab, ya Allah ajarkanlah kepadanya menulis dan berhitung, waqihil azab, hindarkanlah ia ya Allah daripada azab, inilah doa Nabi saw. Untuk Muawiyah. Sementara itu, menurut Ibn Taimiyah  bahwa diantara raja-raja Islam yang memerintah, Muawiyah adalah salah satu yang terbaik, dan rakyat merasa makmur pada pemerintahannya.


Tulisan dalam buku JR tersebut juga bertentangan dengan Tradisi Islam. Dalam tradisi Islam gubernur harus menjadi imam shalat. Lalu apakah benar ia tidak senang mendengar azan? Padahal ia  terkondisi setiap waktu shalat ia memimpin shalat berjamaah. Perlu diketahui Muawiyah kurang lebih 20 tahun menjadi Gubernur dan sekitar 20 tahun pula ia menjadi khalifah dan dalam kepemimpinanya itu ia mengimami shalat, memuliakan Rasulullah dan Ahlul Baitnya dalam setiap bacaan rakaat shalatnya –Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad

Keterangan didalam buku tersebut lebih merupakan fitnah daripada fakta. Sementara itu, dalam suatu keterangan disebutkan bahwa Muawiyah kedatangan tamu yang wajahnya mirip dengan wajah rasulullah, maka beliau berdiri dari singgasananya kemudian mencium keningnya, bukankah ini tanda kecintaan kepada Rasulullah saw?


Tidak tanggung-tanggung sahabat Rasulullah saw. (secara umum) dituduh murtad dalam satu bulletin berjudul At Tanwir yang juga ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (JR). Bulletin itu dibagikan secara cuma-Cuma pada suatu acara Asyuro di Makassar. Dalam bulletin tersebut JR mengutip hadis yang menceritakan diusirnya sekelompok kaum muslimin yang ditandai dengan cahaya bekas air wudhunya dari telaga al kautsar. 


Kelompok itu diusir namun Rasulullah bertanya, sahabatku akan dibawa kemana? para penjaga mengatakan, “mereka itu senantiasa murtad setelah engkau meninggalkan mereka.”  Cerita tersebut memang diambil dari hadis shahih, namun perkataan -innaka latadri maa ahdatsu ba’daka- sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan pasca kepergianmu- atau mereka para sahabat Nabi saw telah murtad, tidak memiliki pengertian ataupun pemahaman seperti yang diinginkan oleh JR. Bersambung… ke bagian kedua
no image


Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol


Pernah ada pertemuan di MUI Makassar membicarakan etika pemberitaan di media. Kemudian saya (M. Said Abd.Shamad) diberi kesempatan berbicara, sayapun berterima kasih kepada media harian lokal yang telah beberapa kali memuat tulisan saya. Tulisan saya, memberikan penjelasan mengenai kewajiban memuliakan keluarga Nabi dan sahabatnya yang merupakan generasi awal umat Islam. 

Sayangnya, ada sekelompok orang yang mengaku Islam dan mulai eksis menyebarkan paham yang mendiskreditkan sahabat Nab saw dengan mengusung slogan ‘cinta ahlul bait’ sebagai kemasannya. Organisasi Syiah itu bernama Ikatan Jamaah Ahlul Bait, disingkat IJABI. Salah satu pemateri acara tersebut, merupakan guru besar dari UIN Alauddin, beliau mengatakan bahwa tidak usah kita mencela saudara kita, karena mereka juga Islam, menurutnya. 




Setelah ada kesempatan usai acara, saya menanggapi bahwasanya kita sama sekali tidak mengungkit-ungkit masalah. Justru merekalah yang lebih dulu ‘menyerang’ pemahaman kita diberbagai media, seperti bulletin, makalah dst. banyak mencela Sahabat Nabi saw dengan dalih mencintai Ahlul Bait Rasulullah saw. (Baca: Syiah Langgar Pergub dan Lebih Dahulu Menyerang)  Mendengar penjelasan singkat itu, barulah guru besar tersebut mengatakan bahwa ajaran mereka berbahaya. 


Terdapat kelompok kecil dalam masyarkat yang mengaku mencintai keluarga Nabi saw namun mereka melecehkan kehormatan sahabat saw. Salah satu buku berjudul Al Mustafa yang ditulis oleh muballig yang cukup dikenal, Jalaluddin Rakhmat. Kang Jalal –demikian panggilannya- Mendiskreditkan Muawiyah r.a. dalam bukunya itu, berikut kutipannya.  


“Demi Allah setelah ia mati ia tidak pernah disebut-sebut lagi kecuali namanya Abu Bakar… Demi Allah setelah ia mati tidak pernah perbuatannya disebut-sebut kecuali namanya Umar. Kemudian berkuasalah saudara kita Usman… Tetapi demi Allah, tidak tertinggal kenangan tentang apapun yang ia lakukan. Lalu tengoklah saudara Hasyim. Namanya disebut lima kali sehari –Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah


“Pada hari yang lain Muawiyah mendengar azan. Ia berkata, “Demi Allah, wahai putra Abdullah. Engkau betul-betul ambisius. Hatimu belum puas sebelum namamu didampingkan bersama nama Tuhan Alam Semesta. Muawiyah ingin menghapuskan semua hal yang berhubungan dengan Nabi saw. Ia gagal. Tetapi ia berhasil mendiskreditkan Nabi saw. Dengan kisah-kisah yang diciptakan oleh para pengikutnya,” (Al Mushthafa- Manusia Pilihan yang Disucikan- Karya Jalaluddin Rakhmat, hal. 16, April 2008. Simbiosa Rekatama Media) 


Kisah diatas diberi catatan kaki oleh JR, berikut kutipannya:


“ Muruj Al Dzahab, 4:41, peristiwa tahun 212 H. Ibnu Abi Al Hadid, setelah mengutip kisah ini berkata, “Banyak diantara sahabat kami mengecam agama Muawiyah. Mereka tidak hanya menganggapnya fasik, bahkan ada yang mengatakan bahwa dia kafir karena tidak meyakini kenabian…” 


Muawiyah dikecam dalam tulisan JR, padahal Muawiyah adalah termasuk penulis wahyu, Al Quran. Kecaman itu bisa-bisa mengantarkan kita tidak percaya kepada Al Quran  (yang tentu telah dikumpulkan dan ditulis oleh para sahabat Nabi saw). Ia juga adalah Ipar Nabi saw, karena  salah satu istri Nabi yang bernama Ummu Habiba binti Abi Sufyan adalah saudara Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah pernah menjadi gubernur selama kurang lebih 20 tahun di negeri Syam, kemudian menjadi khalifah kaum muslimin selama kurang lebih 20 tahun. Dialah yang pertama-tama membangun armada laut kaum muslimin. Maka mengapa dapat timbul perkataan seperti ini, bahwa ia kafir, ini adalah kekeliruan yang menyesatkan. 


Dalam keterangan yang shahih Muawiyah termasuk yang didoakan oleh Nabi -allahummahdi bihi, ya Allah berilah petunjuk manusia dengan Muawiyah ini, allahummaj alhu hadiyan mahdiyan wahdi bihi, ya Allah jadikanlah ia dapat memberi petunjuk dan mendapat petunjuk, dan jadikanlah manusia mendapat petunjuk dengannya, ada juga doa Rasulullah saw, allahumma allimhul kitaba wal hisab, ya Allah ajarkanlah kepadanya menulis dan berhitung, waqihil azab, hindarkanlah ia ya Allah daripada azab, inilah doa Nabi saw. Untuk Muawiyah. Sementara itu, menurut Ibn Taimiyah  bahwa diantara raja-raja Islam yang memerintah, Muawiyah adalah salah satu yang terbaik, dan rakyat merasa makmur pada pemerintahannya.


Tulisan dalam buku JR tersebut juga bertentangan dengan Tradisi Islam. Dalam tradisi Islam gubernur harus menjadi imam shalat. Lalu apakah benar ia tidak senang mendengar azan? Padahal ia  terkondisi setiap waktu shalat ia memimpin shalat berjamaah. Perlu diketahui Muawiyah kurang lebih 20 tahun menjadi Gubernur dan sekitar 20 tahun pula ia menjadi khalifah dan dalam kepemimpinanya itu ia mengimami shalat, memuliakan Rasulullah dan Ahlul Baitnya dalam setiap bacaan rakaat shalatnya –Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad

Keterangan didalam buku tersebut lebih merupakan fitnah daripada fakta. Sementara itu, dalam suatu keterangan disebutkan bahwa Muawiyah kedatangan tamu yang wajahnya mirip dengan wajah rasulullah, maka beliau berdiri dari singgasananya kemudian mencium keningnya, bukankah ini tanda kecintaan kepada Rasulullah saw?


Tidak tanggung-tanggung sahabat Rasulullah saw. (secara umum) dituduh murtad dalam satu bulletin berjudul At Tanwir yang juga ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (JR). Bulletin itu dibagikan secara cuma-Cuma pada suatu acara Asyuro di Makassar. Dalam bulletin tersebut JR mengutip hadis yang menceritakan diusirnya sekelompok kaum muslimin yang ditandai dengan cahaya bekas air wudhunya dari telaga al kautsar. 


Kelompok itu diusir namun Rasulullah bertanya, sahabatku akan dibawa kemana? para penjaga mengatakan, “mereka itu senantiasa murtad setelah engkau meninggalkan mereka.”  Cerita tersebut memang diambil dari hadis shahih, namun perkataan -innaka latadri maa ahdatsu ba’daka- sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan pasca kepergianmu- atau mereka para sahabat Nabi saw telah murtad, tidak memiliki pengertian ataupun pemahaman seperti yang diinginkan oleh JR. Bersambung… ke bagian kedua


Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Orang yang pertama kali menyusupkan bid’ah pengagungan kuburan ialah rezim Ubaidiyah di Mesir, Qarâmithah dan Syiah (yang jelas bukan termasuk Ahlus Sunnah, red)” (Siyar A’lâmin Nubâlâ 10/16).
Budaya pengagungan kuburan secara berlebihan sampai meminta pengharapan kepada penghuninya berasal dari golongan Syiah yang sering memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Adalah salah, bila seorang Muslim melakukan pengagungan seperti itu. Rasûlullâh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan apa saja yang dilakukan ketika berziarah ke kubur, yaitu mengucapkan salam, melepas alas kaki, mendoakan penghuni kubur, dan bertujuan untuk mengingatkan akhirat kepada kita.
Silakan simak pembahasan selengkapnya berikut ini.
***

syiah, pencetus budaya quburiyyun

Oleh Ustadz Abu Minhal, Lc
Pengagungan kuburan dan komplek makam sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat, bahkan menjadi bagian praktek keagamaan mereka yang tak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Di antaranya, dengan membuatkan bangunan makam dan memperindahnya, menjadikannya sebagai tempat shalat, mengkhatamkan baca al-Qur`ân di sampingnya dan memanjatkan doa kepada penghuni kubur (bukan kepada Allâh Azza wa Jalla).
Menilik sejarah generasi Salaf, pantas dikatakan bahwa praktek-praktek ibadah di atas masuk dalam kategori bid’ah, satu perbuatan dalam beragama yang tidak pernah diperbuat oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi terbaik umat Islam.
“Semua itu adalah perkara baru, belum pernah tersebar (dikenal) kecuali pasca tiga generasi paling utama (generasi Sahabat, Tâbi’in dan Tâbi’it Tâbi’in)” [1].
Pada tiga generasi pertama ini, tidak ditemukan petunjuk dan pembicaraan satu pun terkait pengagungan terhadap kubur sebagaimana disaksikan sekarang.[2] Dahulu tidak ada yang mengatakan, berdoa di kuburan Fulan akan dikabulkan, pergilah ke kuburan Fulan agar Allâh Azza wa Jalla memudahkan urusanmu, atau mengadakan perjalanan khusus ke kubur yang sering dikenal dengan wisata reliji. Bahkan dahulu tidak ada istilah safar syaddul rihâl (menempuuh perjalanan jauh) yang bertujuan menziarahi kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini termasuk istilah asing yang belum dikenal sebelumnya. Justru dipandang sebagai tindakan berlebihan. Sebab yang tepat dan masyru ialah berziarah (mengunjungi) Masjid Nabawi. Kitab-kitab Ulama terdahulu pun tidak ada yang membahas tema khusus berjudul ziyâratu qabrin Nabiyyi (ziarah kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)[3] .
Fenomena tersebut baru mulai muncul dan menyebar pada abad keempat, setelah berlalunya tiga generasi pertama umat yang dipuji oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pada awalnya, berkembang pada sekte Syiah (Rafidhah) semata. Selanjutnya, ketika sekte ini berhasil membangun negara-negara kecil berasaskan Syiah dan Batiniyah, seperti rejim ‘Ubaidiyah, Qarâmithah, dan Ismâ’iliyah, penyebaran tradisi pengagungan kuburan kian meluas.
Penyebarannya kian bertambah manakala tarekat-tarekat Sufiyah ikut mengadopsi tradisi Syiah (baca: bukan Ahlus Sunnah) ini. Hampir seluruh negeri kaum Muslimin terkena dampak buruknya. Akibatnya, masyarakat merasa asing dengan petunjuk-petunjuk Nabi dan orang-orang yang komitmen dengannya.
Di negeri ini, masyarakat diajak untuk mengagungkan kuburan, dengan berbagai dalih seperti penghormatan tokoh dan mengenang jasa-jasa baiknya melalui acara Haul yang diadakan secara besar-besaran. Wisata-wisata reliji dengan tujuan makam-makam orang-orang yang dianggap sebagai wali tetap kebanjiran peminat. Bahkan sebagian orang memang berniat untuk mengunjungi kuburan-kuburan dengan menumpuk harapan mendapatkan solusi hidup, kemudahan rejeki, kedatangan jodoh dan lainnya. Wallâhul musta’ân.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Aku tidak mengenal (adanya riwayat) dari seorang Sahabat Nabi, generasi Tabi’i maupun seorang imam terkenal yang memandang disunnahkannya mendatangi kuburan untuk berdoa (kepada penghuni kubur, red). Tidak ada seorang pun meriwayatkan sesuatu tentang itu, baik (riwayat) dari Nabi, Sahabat maupun dari seorang imam yang terkenal”.
Beliau rahimahullah menambahkan, “Kemunculan dan penyebarannya ketika pemerintahan Bani ‘Abbâsiyah melemah, umat saling berpecah-belah, banyak orang zindiq yang mampu memperdaya umat Islam, slogan ahli bid’ah menyebar. Yaitu, pada masa pemerintahkan al-Muqtadir di penghujung tahun 300an. Pada masa itu, telah muncul Qarâmithah ‘Ubaidiyah di Maroko. Kemudian mereka menginjakkan kaki ke negeri Mesir…”.
Mereka membangun kompleks pemakaman ‘Ali di Najef, padahal sebelumnya, tidak ada seorang pun yang mengatakan kubur Sahabat ‘Ali Radhiyallahu anhu berada di sana. Sebab ‘Ali dikuburkan di lingkungan istana di kota Kufah. Tujuan mereka ialah mengobrak-abrik ajaran Islam yang berasaskan tauhîdullâh. Selanjutnya, mereka memalsukan banyak hadits perihal keutamaan menziarahi pemakaman, berdoa dan shalat di sana. Orang-orang zindiq ini dan para pengikutnya lebih menghormati dan mengagungkan tempat-tempat pemakaman, daripada masjid-masjid [4].
Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Orang yang pertama kali menyusupkan bid’ah pengagungan kuburan ialah rejim Ubaidiyah di Mesir, Qarâmithah dan Syiah (yang jelas bukan termasuk Ahlus Sunnah, red)”[5]
Kesimpulan
Budaya pengagungan kubur secara berlebihan sampai meminta pengharapan kepada penghuninya berasal dari golongan Syiah yang sering memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Adalah salah, bila seorang Muslim melakukan pengagungan seperti yang telah dipaparkan di atas. Rasûlullâh Muhammad n telah menetapkan apa saja yang dilakukan ketika berziarah ke kubur, yaitu mengucapkan salam, melepas alas kaki, mendoakan penghuni kubur, selain bertujuan untuk mengingatkan akhirat kepada kita. Wallâhu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XV/Syaban 1432/2011M6]
_______
Footnote
[1]. Dirâsâtun fil Ahwâ wal Furûqi wal Bida’i wa Mauqifis Salafi minhâ, DR. Nâshir al-‘Aql hlm. 274
[2]. Silahkan lihat Iqtidhâ Shirâthil Mustaqîm 2/728
[3]. Silahkan lihat Âdâb wa Ahkâm Ziyâratil Madînah al-Munawwarah, DR. Shâleh as-Sadlân, Dâr Balansiyah hlm. 11
[4]. Lihat al-Fatâwâ 27/167,168
[5]. Siyar A’lâmin Nubâlâ 10/16
(nahimunkar.com)


Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol

 Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol


http://qitori.files.wordpress.com/2010/01/ahlul_bayt_rasul.jpgSetelah membahas mengenai pemahaman mengenai ahlul bait dalam al quran (lihat: Ayat tentang Ahlul Bait dalam Al Quran) berikut kami paparkan ahlul bait dalam hadist yang pernah diangkat oleh salah seorang tokoh syiah nasional.


Kaum syiah tidak menganggap bahwa Istri Nabi termasuk dalam ahlul bait Rasulullah saw. Mereka berpegang denga hadis kisa’ (persoalan ini pernah disinggung dalam tanggapan Mengapa Memilih Mazhab Ahlul Bait)


“Pada suatu pagi, rasulullah saw keluar dengan mengenakan selimut wol berwarna hitam, lalu hasan dating maka beliau memasukkannya kedalam selimut, kemudian datanglah Husain dan iapun masuk kedalamnya, dan kemudian datanglah Fatimah dan beliaupun memasukkan putrinya itu, kemudian datanglah Ali dan beliaupun memasukkannya juga ke dalam selimut sambil membaca ayat QS. 33:33” (shahih Muslim, II, Kitab fadhail al Shahabah, bab fadhail Ahl al-Bayt; Shahih al Turudzi 5: 30, hadis #3258; Musnad Ahmad 1:330; Mustadrak al-Shahihayn 3:133, 146,147; Al Thabrani, Mu’jam al-Shaghir, 1:65, 135.)


Dengan hadis diatas kaum syiah mengklaim bahwa ahlul bait hanya empat orang. Para ulama menjelaskan bahwa sebagaimana perkataan, “inilah murid saya”, tidak berarti muridnya hanya itu saja. Demikian pula perkataan Rasulullah diatas bukan membatasi ahlul bait beliau hanya empat orang saja.


Pada Surah al Anfal ayat 41 disebutkan mengenai harta rampasan perang (Ghanimah) untuk kaum muslimin. Salah satu kelompok yang disebut muntuk memperoleh ghanimah adalah kerabat Rasul(al Qurba). Kerabat Nabi yang mendapat bagian dikatakan orang yang dibersihkan karena mereka mengeluarkan zakat sebagaimana kaum muslimin yang lainnya. QS. At Taubah: 103


خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣)

103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[1] dan mensucikan[2] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.


[1] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[2] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.


Selain itu keluarga Nabi tidak menerima hasil zakat, sehingga mereka memperoleh bagian dalam ghanimah itu. Mereka yang mulia itu tidak makan zakat, karena zakat merupakan kotoran harta manusia. Kerabat nabi yang dimaksud dalam ayat diatas adalah Bani Hasyim dan Bani muththalib sebagaimana catatan kaki dalam al Quran terjemahan versi depag. Hasyim adalah ayah dari abdul  muththalib. Berdasarkan keterangan diatas, ahlul bait memiliki pengertian luas tidak hanya hasan Husain Ali dan Fatimah, bahkan dalam pengertian luas kerabat Nabi saw dapat bermakna Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Disucikannya mereka sebagaimana tersebut dalam ekor ayat 33 surah al Ahzab mengindikasikan jika mereka melakukan perintah-perintah yang ada di ayat sebelumnya, maka mereka akan dibersihkan (dari dosa). Sebagaimana kaum muslimin yang dihimbau untuk zakat agar mereka di’bersih’kan pula.


Pemahaman seperti Ayatullah Jawwaz tadi akan menggiring masyarakat dalam kekeliruan memahami makna ahlul bait. Ahlul bait -menurut mereka- lebih pantas untuk menjadi pemimpin kaum muslimin karena mereka disucikan dan ilmunya murni dari Rasulullah. Bahkan tidak jarang dengan cara ‘revolusi’ ala paham khomeinisme. Dampak akhir dari pemahaman ini akan muncul keraguan pada keshahihan khalifah sebelum Ali ra. Serta diperparah dengan keraguan terhadap teotentitas al quran yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. 


Dalam buku “Mungkinkah Syi’ah & Sunnah Bersatu?” oleh Syaikh Muhibbudin Al-Khatib, 1990 terdapat foto yang disebut sebagai “Surat Al Wilayah”. Pada surat itu ditegaskan akan kewalian Ali.


“…bahwa telah terjadi kekurangan pada Al Quran ialah dia menyebutkan pada halaman 180 sebuah surat yang oleh kaum syiah disebut “Surah Al Wilayah”. Pada surat ini ditegaskan kewalian sahabat Ali…. Ustadz Muhammad Ali Su’di –beliau adalah kepala tim ahli di Departemen Keadilan di Mesir, dan salah satu murid terdekat Syekh Muhammad Abduh- berhasil menemukan “Mushaf Iran” masih dalam bentuk manuskrip. Mushaf itu merupakan salah satu koleksi orientalis Brin. Beliau berkesempatan untuk mengabadikan surat tersebut dengan kamera. Diatas teks arabnya terdapat terjemahan dengan bahasa Iran (Persia), persis seperti yang dimuat oleh At Thabarsi dalam bukunya “Fashlul Khithab Fi Itsbati Tahrifi Kitab Rabbil Arbab.”


Sahabat Nabi saw. kemudian dituding menyelewengkan al quran dengan ‘membuang’ surah al wilayah, sebab jika ayat tersebut ada dalam al Quran, maka khalifah otomatis berada ditangan Ali r.a., 


semoga penjelasan singkat ini dapat menggambarkan adanya upaya yang kuat untuk mengkampanyekan ahlul bait yang disalahpamami maknanya dan membawa akibat yang meruntuhkan sendi-sendi agama. Perlu diketahui kecintaan kita ahlus sunnah terhadap ahlul bait nabi Muhammad saw tidak dapat diragukan bahkan melebihi kecintaan terhadap komunitas yang mengaku ‘pecinta ahlul bait’, sebagai bukti kecil ialah pada shalawat dari setiap shalat kita memuji dan mendoakan Rasulullah dan ahlul baitnya. “Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad wa ‘Ala Aali Muhammad…” 


Salah satu upaya yang ingin memunculkan kebencian kepada sahabat Nabi saw. Misalnya adalah perayaan Asyuro kaum Syiah. Sebagaimana Pernyataan Prof. H.M.ghalib yang menghadiri hari Asyuro, beliau menceritakan, pada acara itu lampu dijadikan remang-remang dan berbicaralah seorang yang suaranya begitu memukau, ia menarasikan bagaimana sahabat Nabi saw begitu kejam terhadap para ahlul bait Nabi, sehingga isak tangis para peserta –yang mayoritas mahasiswa(i)- terdengar begitu memilukan. Pada akhir acara itu, dibagikan lembaran doa yang melaknat sahabat nabi saw. Dan hal ini rutin diadakan tiap tahun bahkan ditambah dengan hari lain seperti 40 hari syahadah Imam Husain dsb. Keterangan ini berbalik seratus delapan puluh derajat dengan kaum ahlus sunnah. Perilaku sahabat nabi saw dijelaskan dalam riwayat shahih, ketika perjanjian hudaibiyah, utusan dari Makkah mengatakan bahwa tidak ada yang setara dengan umat Muhammad saw dalam memuliakan beliau. Sebagai gambaran, sampai air bekas berwudhu Rasulullah juga dimuliakan. Nah, kecintaan syiah pada ahlul bait lah yang sesungguhnya perlu dipertanyakan (baca: Syiah, Cinta Palsu pada Ahlul Bait) hal yang jarang diungkapkan oleh komunitas syiah ialah Bukti Jalinan Cinta Kasih antara Ahlul Bait dan Sahabat Nabi saw.


Sungguh pemahaman menyimpang ini akan merombak dasar-dasar agama, hingga tidak akan ada yang percaya hadis nabi dan al Quran kita saat ini -yang tidak diriwayatkan dari ahlul bait versi mereka. Baca: Mereka Membongkar Sendi-Sendi Islam
Selesai, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin

(ditulis dari ceramah ust. H.M Said Abd. Shamad, Lc/ *Sa)
lppimakassar.com

Pernah ada pertemuan di MUI Makassar membicarakan etika pemberitaan di media. Kemudian saya (M. Said Abd.Shamad) diberi kesempatan berbicara, sayapun berterima kasih kepada media harian lokal yang telah beberapa kali memuat tulisan saya. Tulisan saya, memberikan penjelasan mengenai kewajiban memuliakan keluarga Nabi dan sahabatnya yang merupakan generasi awal umat Islam. 


Sayangnya, ada sekelompok orang yang mengaku Islam dan mulai eksis menyebarkan paham yang mendiskreditkan sahabat Nab saw dengan mengusung slogan ‘cinta ahlul bait’ sebagai kemasannya. Organisasi Syiah itu bernama Ikatan Jamaah Ahlul Bait, disingkat IJABI. Salah satu pemateri acara tersebut, merupakan guru besar dari UIN Alauddin, beliau mengatakan bahwa tidak usah kita mencela saudara kita, karena mereka juga Islam, menurutnya. 


Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol

Setelah ada kesempatan usai acara, saya menanggapi bahwasanya kita sama sekali tidak mengungkit-ungkit masalah. Justru merekalah yang lebih dulu ‘menyerang’ pemahaman kita diberbagai media, seperti bulletin, makalah dst. banyak mencela Sahabat Nabi saw dengan dalih mencintai Ahlul Bait Rasulullah saw. (Baca: Syiah Langgar Pergub dan Lebih Dahulu Menyerang)  Mendengar penjelasan singkat itu, barulah guru besar tersebut mengatakan bahwa ajaran mereka berbahaya. 


Terdapat kelompok kecil dalam masyarkat yang mengaku mencintai keluarga Nabi saw namun mereka melecehkan kehormatan sahabat saw. Salah satu buku berjudul Al Mustafa yang ditulis oleh muballig yang cukup dikenal, Jalaluddin Rakhmat. Kang Jalal –demikian panggilannya- Mendiskreditkan Muawiyah r.a. dalam bukunya itu, berikut kutipannya.  


“Demi Allah setelah ia mati ia tidak pernah disebut-sebut lagi kecuali namanya Abu Bakar… Demi Allah setelah ia mati tidak pernah perbuatannya disebut-sebut kecuali namanya Umar. Kemudian berkuasalah saudara kita Usman… Tetapi demi Allah, tidak tertinggal kenangan tentang apapun yang ia lakukan. Lalu tengoklah saudara Hasyim. Namanya disebut lima kali sehari –Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah


“Pada hari yang lain Muawiyah mendengar azan. Ia berkata, “Demi Allah, wahai putra Abdullah. Engkau betul-betul ambisius. Hatimu belum puas sebelum namamu didampingkan bersama nama Tuhan Alam Semesta. Muawiyah ingin menghapuskan semua hal yang berhubungan dengan Nabi saw. Ia gagal. Tetapi ia berhasil mendiskreditkan Nabi saw. Dengan kisah-kisah yang diciptakan oleh para pengikutnya,” (Al Mushthafa- Manusia Pilihan yang Disucikan- Karya Jalaluddin Rakhmat, hal. 16, April 2008. Simbiosa Rekatama Media) 


Kisah diatas diberi catatan kaki oleh JR, berikut kutipannya:


“ Muruj Al Dzahab, 4:41, peristiwa tahun 212 H. Ibnu Abi Al Hadid, setelah mengutip kisah ini berkata, “Banyak diantara sahabat kami mengecam agama Muawiyah. Mereka tidak hanya menganggapnya fasik, bahkan ada yang mengatakan bahwa dia kafir karena tidak meyakini kenabian…” 


Muawiyah dikecam dalam tulisan JR, padahal Muawiyah adalah termasuk penulis wahyu, Al Quran. Kecaman itu bisa-bisa mengantarkan kita tidak percaya kepada Al Quran  (yang tentu telah dikumpulkan dan ditulis oleh para sahabat Nabi saw). Ia juga adalah Ipar Nabi saw, karena  salah satu istri Nabi yang bernama Ummu Habiba binti Abi Sufyan adalah saudara Muawiyah bin Abi Sufyan. Muawiyah pernah menjadi gubernur selama kurang lebih 20 tahun di negeri Syam, kemudian menjadi khalifah kaum muslimin selama kurang lebih 20 tahun. Dialah yang pertama-tama membangun armada laut kaum muslimin. Maka mengapa dapat timbul perkataan seperti ini, bahwa ia kafir, ini adalah kekeliruan yang menyesatkan. 


Dalam keterangan yang shahih Muawiyah termasuk yang didoakan oleh Nabi -allahummahdi bihi, ya Allah berilah petunjuk manusia dengan Muawiyah ini, allahummaj alhu hadiyan mahdiyan wahdi bihi, ya Allah jadikanlah ia dapat memberi petunjuk dan mendapat petunjuk, dan jadikanlah manusia mendapat petunjuk dengannya, ada juga doa Rasulullah saw, allahumma allimhul kitaba wal hisab, ya Allah ajarkanlah kepadanya menulis dan berhitung, waqihil azab, hindarkanlah ia ya Allah daripada azab, inilah doa Nabi saw. Untuk Muawiyah. Sementara itu, menurut Ibn Taimiyah  bahwa diantara raja-raja Islam yang memerintah, Muawiyah adalah salah satu yang terbaik, dan rakyat merasa makmur pada pemerintahannya.


Tulisan dalam buku JR tersebut juga bertentangan dengan Tradisi Islam. Dalam tradisi Islam gubernur harus menjadi imam shalat. Lalu apakah benar ia tidak senang mendengar azan? Padahal ia  terkondisi setiap waktu shalat ia memimpin shalat berjamaah. Perlu diketahui Muawiyah kurang lebih 20 tahun menjadi Gubernur dan sekitar 20 tahun pula ia menjadi khalifah dan dalam kepemimpinanya itu ia mengimami shalat, memuliakan Rasulullah dan Ahlul Baitnya dalam setiap bacaan rakaat shalatnya –Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad

Keterangan didalam buku tersebut lebih merupakan fitnah daripada fakta. Sementara itu, dalam suatu keterangan disebutkan bahwa Muawiyah kedatangan tamu yang wajahnya mirip dengan wajah rasulullah, maka beliau berdiri dari singgasananya kemudian mencium keningnya, bukankah ini tanda kecintaan kepada Rasulullah saw?


Tidak tanggung-tanggung sahabat Rasulullah saw. (secara umum) dituduh murtad dalam satu bulletin berjudul At Tanwir yang juga ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (JR). Bulletin itu dibagikan secara cuma-Cuma pada suatu acara Asyuro di Makassar. Dalam bulletin tersebut JR mengutip hadis yang menceritakan diusirnya sekelompok kaum muslimin yang ditandai dengan cahaya bekas air wudhunya dari telaga al kautsar. 


Kelompok itu diusir namun Rasulullah bertanya, sahabatku akan dibawa kemana? para penjaga mengatakan, “mereka itu senantiasa murtad setelah engkau meninggalkan mereka.”  Cerita tersebut memang diambil dari hadis shahih, namun perkataan -innaka latadri maa ahdatsu ba’daka- sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan pasca kepergianmu- atau mereka para sahabat Nabi saw telah murtad, tidak memiliki pengertian ataupun pemahaman seperti yang diinginkan oleh JR. Bersambung… ke bagian kedua


Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol
Zullatul ‘Alim Zullatul ‘Alam, Ketergelinciran seorang alim adalah ketergelinciran alam” kata seorang ulama yang menegaskan peran alim yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup alam semesta.
Kolom resonansi Koran Nasional Republika, 21 Mei 2013, menurunkan artikel terakhir dari 2 serial tulisan Ahmad Syafi’i Ma’arif tentang Pergumulan Teologis dan Realitas Hidup. Membaca artikel berseri tersebut sangat menarik untuk kita kaji secara mendalam terutama pada seri yang kedua. Dimana pernyataan beliau yang dimaksudkan sebagai solusi dari keterpurukan umat Islam hari ini sangat lantang dan berani.
Analisa beliau tentang kondisi umat berawal dari pembacaan kata-kata Iqbal yang menurutnya sangat keras terasa dan menyinggung kita sebagai umat Islam yang hidup hari ini. Konklusinya adalah penyakit sektarianisme yang masih menggerogoti umat sebagaimana yang diungkapkan Syafi’i Ma’arif, “Sektarianisme yang dipuja itu adalah pengkhianatan telanjang terhadap doktrin tauhid yang menjadi inti teologi Islam.”
Selanjutnya mari kita simak penuturannya yang saya katakan lantang dan berani,
“Saya sudah lama berpendapat bahwa baik sunisme maupun syi’isme tidak lain dari ciptaan sejarah yang tidak muncul di era Nabi, tetapi mengapa masih diberhalakan sampai sekarang? Masing-masing pendukung sekte berkata merekalah yang mewakili Islam secara benar. Bukankan klaim serupa ini adalah sifat manusia takabbur? Bagi saya, kita harus punya keberanian teologis untuk membongkar klaim-klaim palsu hasil sejarah sengketa karena berebut kuasa di kalangan internal umat itu. Tanpa keberanian itu, saya khawatir, darah masih akan tertumpah lebih banyak lagi dari kalangan umat yang bernasib malang ini.”
Lebih jelasnya, “Sektarianisme adalah penyakit kronis peradaban, tetapi masih saja dibela orang karena dianggap benar” pungkas lulusan University of Chicago ini.
Saya mencoba untuk membandingkan solusi dan jawaban dari Syafi’i ma’arif di atas tentang kondisi umat yang kita lihat hari ini dengan solusi dan jawaban yang diungkapkan oleh utusan Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar,
“Jika kalian berjual beli dengan model al-‘Inah, memegang dan mengikuti ekor-ekor sapi, ridha dengan pertanian dan meninggalkan jihad maka Allah akan susupkan kepada kalian (umat Islam) kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian!”
Beberapa gambaran kondisi umat Islam yang digambarkan oleh Rasulullah dan menyebabkan keterpurukan umat diatas oleh beliau diringkas sendiri dalam riwayat lain dengan ungkapan,  Hubb al-Dunya wa karahiyat al-maut, cinta dunia dan takut mati.
Lengkapnya, ketika Rasulullah mengabarkan kepada para sahabatnya kondisi yang akan dilalui umat Islam di kemudian hari,
“Hampir tiba masanya umat-umat lain mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang mengerumuni tempat makan” ada seorang sahabat yang bertanya, “Apakah waktu itu kita (umat Islam) sedikit?” Sang Rasul menjawab, “Bahkan pada waktu itu kalian banyak, tapi kalian seperti buih/ riak yang ada di lautan. Dan pasti Allah akan mencabut wibawa kalian dari hati mereka lalu menyusupkan ke dalam hati kalian al-Wahn”, seorang sahabat bertanya lagi, “Apakah al-Wahnu itu wahai Rasulullah?”, sang Rasul pun kembali menjawab, “Cinta dunia dan takut mati!”
Kedua riwayat di atas dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud dalam sunan-nya dan dinilai shahih oleh  Nashiruddin al-Bani, sang Muhaddits besar abad ini.
Teks (nash) yang sangat gamblang ini membuat kita bertanya-tanya, apakah Bapak Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif lupa hadis ini atau tidak membacanya? Wallahu A’lam mana yang benar atau keduanya salah.
Karena itu, sektarianisme dalam penilaian Rasulullah bukanlah penyebab utama dari kondisi internal umat yang membuatnya rapuh, tapi umat Islam yang jauh dari agama Islam karena terpana dengan kehidupan dunia sehingga terlalu mencintainya dan takut mati itulah yang membuatnya mundur dan tertinggal dari peradaban lain. Solusi yang tepat adalah al-Ruju’ Ila al-Diin, back to Islam.

Sungguh tepat ketika Amir Syakib Arselan mengatakan,

“Kaum muslimin menjadi mundur dikarenakan mereka meninggalkan agama mereka dienullah al-Islam. Sedangkan pihak barat kafir justeru menjadi maju karena mereka meninggalkan agama mereka!” dalam bukunya yang berjudul Mengapa Kaum Muslimin Mundur Dan Kaum Selainnya Maju?

Pendapat Arselan diperkuat oleh argumen Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, yang berpandangan bahwa tantangan terbesar umat Islam saat ini adalah terkait erat dengan ilmu pengetahuan sebagai akar dari sebuah peradaban, katanya,

“Peradaban Islam hakekatnya dibangun atas dasar ilmu pengetahuan Islam yang merupakan produk dari pandangan hidup islam yang dipancarkan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu, tantangan yang mendasar dihadapi yang dihadapi oleh peradaban Islam masa kini adalah problem ilmu pengetahuan. Konsep dan tujuan ilmu dalam Islam telah bercampur dengan konsep dan tujuan dari wordlview Barat sekuler. Dari sini masalah berkembang ke bidang social, politik, ekonomi, pendidikan dan bahkan merambah ke bidang budaya dan gaya hidup. Ide-ide para pemikir seperti decorates, Karl Marx, Memanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan sebagainya dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran masyarakat. Demikian pula dulu dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Imam Ghazali, Ibnu Khaldun dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. jadi ringkasnya, membangun peradaban Islam harus merupakan kerja strategis dan sinergis membangun pemikiran umat Islam, melalui tradisi ilmu dan selanjutnya disebarkan secara sinergis pula ke tengah masyarakat sehingga ide-ide cendikiawan atau ulama yang otoritatif dapat menjadi motor perubahan.” (orasi ilmiah Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi dalam rangka ulang tahun Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) yang disampaikan di Tawangmangu, 26 Januari 2013).
Takabbur
Selain itu, komentar beliau terhadap orang-orang yang masih memberhalakan sektarianisme yang dikatakannya takabbur perlu dicheck and recheck lebih dalam. Apakah benar orang tersebut benar-benar takabbur? Ataukah mereka melakukan itu karena melihat agama ini dinodai oleh ajaran yang menyesatkan sehingga merekapun tampil membela kesucian agama ini.
Sebutlah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim yang duduk dalam Majelis Ulama Indonesia, dimana mereka katakan bahwa metode berislam yang benar haruslah sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal 46 tentang faham Syiah dan hal 841 tentang Taswiyat al-Manhaj; Penyamaan Pola Pikir dalam Masalah-masalah Keagamaan).
Apakah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim itu adalah manusia-manusia takabbur ketika menetapkan bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah manhaj yang benar dalam mengamalkan Islam?
Lebih dari itu Imam Syafi’i pernah mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang-orang ahli bid’ah yang paling pembohong dalam pengakuan-pengakuannya dan paling sering bersaksi palsu lebih dari Rafidhah (sekte Syiah).” Lihat Ibnu Baththah dalam al-Ibanah al-Kubra, 2/545.

Apakah Ahmad Syafi’i Ma’arif menilai Imam Syafi’i melalui ucapannya pada paragraf di atas adalah orang takabbur? siapa yang tidak mengenal kebesaran dan kehebatan Imam Syafi’i dalam menelorkan hukum-hukum fiqh? Na’uzubillah. (Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)
Yahudi adalah salah satu akar sejarah masyarakat Iran. Sebab, merekalah salah satu penduduk tertua yang sudah menghuni tanah Persia sejak negeri itu masih membangun peradaban.

Seperti dikutip Iran Online, orang Yahudi masuk ke Iran sejak tahun 727 sebelum masehi. Mereka yang memasuki Iran adalah Yahudi yang terdeportasi oleh kekuasaan Raja Asiria (Babilonia), Saragon II. "Mereka terdeportasi dari Isarel setelah gagal melawan Asiria," tulis Iran Online.

Akibat kekalahan ini, sekitar 27.290 orang Yahudi dipaksa menetap di Persia. Gelombang kedatangan Yahudi ke Persia makin besar ketika moyang bangsa Israel ini terusir oleh Raja Nebukadnezar. "Mereka (Yahudi) pelarian dari Asiria kemudian menetap di Isfahan,"

Para pelarian Yahudi di masa Babilonia inilah yang jadi bagian sejarah Persia. Mereka, terutama  imigran Yahudi di Isfahan, mampu menata peradaban.

Baca artikel  selengkapnya di SYAHADAT SYIAH tafhadol
Tidak heran, Isfahan kini menjadi kota terbesar ketiga di Iran kini. Isfahan kini dihuni lebih dari 2 juta jiwa. Beberapa di antaranya memiliki garis darah Yahudi.

Periode penting bagi kaum Yahudi di tanah Persia (sekarang Iran), terjadi ketika Koresh Agung mampu menaklukkan Babilonia di tahun 586 sebelum masehi. Inilah menjadi tonggak awal berdirinya kekaisaran persia.

Keberhasilan Koresh menaklukkan Babilonia dengan sedikit perlawanan, membuatnya terpilih sebagai penguasa baru di kawasan Persia hingga tanah Israel. Raja Persia ini pantas berterima kasih kepada masyarakat Yahudi karena sudah mendukung penuh usahanya menaklukkan Babilonia.

Di bawah kepemimpinan  Koresh, Yahudi seperti mendapatkan angin. Mereka yang telah melarikan diri semasa era Babilonioa, kini diizinkan pulang ke Jerusalem. "Sekitar 30 ribu Yahudi (Persia) kembali ke untuk membangun kuil Jerusalem," tulis Iran Online.

Di masa awal perkembangan kerajaan Persia inilah, Yahudi mulai menancapkan gigi dari segi politik. Kebijakan Persia saat itu mendorong otonomi bagi masyarakat Yahudi mampu membangkitkan Israel dari "tidur" panjangnya.

Hal itulah yang menjadi salah satu tonggak awal kembalinya eksistensi politik Yahudi di muka bumi. Jasa Kopresh ini yang membuat orang Yahudi berhutang budi. Karena kalau bukan karena jasa Raja Persia ini, Yahudi bisa jadi lenyap dari muka bumi pada abad kelima sebelum masehi.

Sejak periode 500 an sebelum masehi hingga kini, Yahudi pun tetap bercokol. Bahkan di abad ke 21, Yahudi dengan negaranya Israel mampu tampil sebagai salah satu kekuatan utama dunia.

Sejak paham Syiah dianut di abad 16, kehidupan Yahudi dan Iran ibarat naik turun. Yahudi sempat jadi korban diskriminasi. Beberapa kali, Yahudi, kristen, dan umat agama lain, menerima tindakan berbeda dari pemerintah Iran.

Namun, di abad ke 19, Yahudi kembali bangkit di Iran. Saat itu, Kebijakan Iran adalah memberi Yahudi posisi hidup setara dengan masyarakat Iran lain yang mengantut syiah.

Bahkan seorang pemimpin Iran, Reza Shah Pahlevi sangat menghormati Yahudi. Dalam sebuah kunjungannya ke komunitas Yahudi di Isfahan, Reza sempat berdoa dan membungkuk kepada Yahudi.

"Reza Pahlevi menjadi pemimpin Iran yang paling dihormati Yahudi setelah Koresh Agung," ujar Iran Online. Apa yang disebut laman Iran itu tidak terlepas membaiknya hubungan Iran Yahudi di masa itu.

Persahabatan Yahudi dengan Iran makin terasa di tahun 1970-an. saat itu, komunitas Yahudi mengibarkan bendera kebangsaan Iran saat negara itu bertanding sepak bola melawan tim nasional Israel. "Walau begitu beberapa orang Iran ini sempat dipukuli penonton Iran lain," tulis Iran Online.

Sekalipun makin terpinggir selepas tahun 1970-an, kontribusi Yahudi untuk Iran tetap besar. Masyarakat Yahudilah yang berperan dalam menjaga kesenian kuno Iran. Sebab, Yahudi adalah salah satu peletak dasar budaya Iran sejak abad kelima sebelum masehi. "Yahudilah yang berjasa melestarikan musik Iran kuno, terutama saat pemerintah Iran membatasi musik," tulis Iran Online.

Hingga saat inipun, ritual kebudayaan Iran kuno masih tetap dipelihara oleh orang Yahudi. Bahkan kkubudayaan Iran kuno dirayakan masyarakat Yahudi dengan sebuah festifal bernama Illanout.

Sejak revolusi Islam Iran tahun 1979, Yahudi mendapat kesempatan untuk mengirim seorang perwakilannya di parlemen. Yahudi Iran juga tetap memiliki kesempatan untuk menempuh kegiatan di Universitas utama di Iran.

Kendati saat ini sang presiden Mahmud Ahmadinejad berseberangan dari segi politik dengan Israel, namun hal itu tidak menghapus fakta bahwa Yahudi dan Iran tetap terkoneksi. Koneksi Yahudi Iran tercermin lewat sejarah, budaya, hingga masyarakatnya.  


Sumber: 




Back To Top